Posted by : Unknown
“gimana?” tanyaku penasaran.
“emm,, gue ga bisa jawab sekarang. Ga
apa-apa kan?” jawabannya semakin membuatku penasaran. Muncul lagi dalam benakku
fikiran yang tidak-tidak.
“emangnya kenapa?” tanyaku penasaran.
“gue masih butuh waktu, mungkin hari
selasa gue bakal jawab” ucapnya.
“yaudah..” jawabku lesu, padahal aku
mengira hari ini aku akan menjadi pacarnya atau pun ditolak olehnya. Tetapi,
harus mengundur waktu, kalau saja bukan karena aku menyukainya aku takkan mau
menunggu.
Aku mulai berfikir kalau sepertinya Arie adalah cowok yang berbeda. Dia tidak seperti cowok lain, bila ada cewek yang suka pasti jawabannya hanya dua, iya atau tidak. Tapi, cowok yang satu ini butuh banyak syarat. Hemmm...
Masih teringat dalam pikiranku sikapnya
yang seakan pedekate denganku itu saat mengirimkanku sebuah SMS.
Wafer berkata kepada coklat, “kita ini
sungguh manis ya?” jawab coklat, “ga juga, ada yang lebih manis dari kita loh?”
wafer bertanya “siapa?”. “orang yang lagi baca SMS ini” eh-eh lihat.. dia
tersenyum.. manisnyaaa...??
Aku merasa malu setelah membaca SMS itu,
sampai-sampai aku berpikiran kalau dia menyukaiku. ‘Asiikk berarti aku tak akan
ditolak’ pikirku dengan rasa senang. Tapi sampai kegelisahanku muncul dan hari
terasa berjalan sangat lambat.
“Kenapa hari yang ku tunggu-tunggu itu
lama sekali? Padahal kan besok sudah hari selasa” gumamku saat berjalan menuju
parkiran sekolah.
Hari itu aku hanya SMS-an seperti biasa
dengannya. Tak ada satupun diantara kami yang mengarah kesana. Kami terkesan
agak kaku setelah peristiwa itu. Apalagi besok dia akan menyampaikannya,
memutuskan sebuah pilihan. Pasti dia terus terfikirkan itu.
“besok gimana ya? gue jadi penasaran..
apa dia bakalan nerima gue? Atau ... menolak gue?” pikirku saat malam menjelang
tidur.
Esoknya setelah pulang sekolah, tanpa
ingin menanyakan hal itu padanya. Ku lihat di handponeku ada pesan darinya.
“Hai..” satu pesan yang berisi sapaan
seperti biasanya.
“Hai juga, udah pulang?” balasku dengan
gaya SMS-an yang seperti biasa juga. Aku tidak ingin terlihat banyak berharap
padanya.
“udah, loe sendiri?” dia kembali
bertanya.
“baru pulang sih, loe udah dari tadi?”
“iya..” balasnya. Jujur aku tetap
terpikirkan hal itu, tapi aku malu untuk menanyakan padanya. Hatiku terus
memberontak untuk bertanya.
“emm.. trus gimana?”
“ohh, iya.. gue lupa” ternyata dia pun
langsung mengerti dari perkataanku. Walaupun aku tidak menanyakan jelas
padanya. Apakah dia juga menunggu?
“trus apa jawabannya?” hatiku semakin
penasaran. Hatiku bilang ‘pasti ditolak’.
“ga”
jawabnya.
***