Posted by : Unknown
Tak terasa sudah seminggu kami
berpacaran. Rasanya rindu juga, karena tidak bertemu-bertemu, dan yang bisa
kami lakukan hanya SMS-an sepanjang hari.
“sayang.. aku kangen sama kamu” katanya,
yang seperti biasa dengan manjanya. Yang juga membuat aku luluh karenanya.
“sama, aku juga kangen banget sama
kamu.. pengen ketemu..” balasku, manja.
“yaudah, kita ketemuan aja yuuk ..”
ajaknya. Aku sangat senang, karena dia juga merindukanku, bahkan dia yang
mengajak untuk bertemu.
“yaudah, kamu maunya jam berapa??”
jawabnya polos.
“emm.. sore aja ya?? Mau ga?” ajakku
sambil bertanya.
“yaudah, jam 3 ya??” usulnya.
“asiiikkk, besok ketemu ayank ..” aku
mencoba untuk menggodanya. Dia pun membalasnya dengan godaan juga. Aku tak
pernah merasa seperti ini. Perasaan yang tak bisa ku ungkapkan, tapi sangat
nyata ku rasakan.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu
itupun tiba. Dengan semangatnya aku merias diri, menggunakan pakaian yang cocok
agar terlihat bagus olehnya. Aku berangkat kesana menggunakan motor
kesayanganku, “SupraFit”.
Sesampainya disana, aku melihat wajahnya
yang rupawan, sedang duduk di atas motornya yang terlihat cocok dengannya.
Senyumku pun tak bisa ku sembunyikan darinya. Dari jauh aku langsung
menyapanya.
“udah lama?” sapaan yang logis.
“ga juga kok” dia tersenyum padaku.
“ohh, kirain udah lama” aku tersipu malu
melihat wajahnya itu, mungkin karena aku belum terbiasa.
“yaudah, kita ke danau yuuk?” ajaknya
sambil tersenyum gembira. Tanpa banyak kata aku mengiyakan ajakannya.
Jujur saja, waktu itu adalah pertama
kalinya aku ke Danau Marakash. Karena aku belum tahu benar letak Danau
Marakash. Sesampainya di sana, kami langsung menyandarkan motor kami di atas
tanah. Kemudian kami duduk di pinggiran danau.
Angin sore yang sejuk, membuat suasana
menjadi romantis. Anginpun dengan mudahnya memainkan rambutku kesana ke mari.
Tapi tetap saja, aku masih malu melihat wajahnya. Bahkan menatap matanya itu.
Mungkin dia juga merasakan hal yang sama denganku.
Lima menit terlewati dengan diam
diantara kami, tapi sepertinya Arie tahu apa yang harus dia lakukan di saat
seperti ini.
“kamu tau ga? Katanya di danau ini ada
silumannya looh” sekejab aku menoleh ke arahnya dan bertemu oleh pandangan
matanya yang lembut.
“hah? Masa sih?” ucapku.
“iya, kan dulunya di tengah-tengah sana
ada kayak rumah gitu, sekarang udah ga ada. Katanya sih ilang sendiri” aku sih
percaya-percaya saja. Karena aku memang tidak tahu cerita di sana.
“ohh, serem ya..” aku tak bisa berkata
apa-apa selain kata-kata itu.
“dulu aku juga sering mancing sama papah
aku,” lanjutnya bercerita.
“ihh, emangnya ada ikannya apa?” tanyaku
penasaran. Sambil melihat wajahnya.
“ada.. waktu itu aku dapet banyak”
serunya bercerita sampai tak sadar bahwa sejak tadi aku memerhatikannya.
Lucunya.. aku semakin terpesona dengannya.
Setelah begitu lama bercerita, dia diam.
Mungkin sekarang saatnya giliranku untuk berbicara. Akupun mencoba memberanikan
diri untuk bertanya padanya.
“emm.. kamu sama rafli temen deket ya?”
pertanyaan di waktu yang tidak tepat.
“iya” jawabnya singkat.
“deket?” tanyaku.
“iya” singkatnya lagi.
“banget?” aku mencoba meyakinkan.
“ga juga siih??”
“ohh, kirain aku deket banget, abisnya
ketemuan aja ngajak dia?” aku mencoba membahasnya lagi, mencoba meledeknya.
“emangnya kenapa?” tanyanya.
“ga, males aja aku ngeliat dia” tegasku,
sambil menatap ke arah danau.
“ohh, maap deh..”
“ga apa-apa kok,” tak sengaja aku
memegang pundaknya, sambil tersenyum padanya.
Kamipun terus bercerita, canda tawa,
sedih, bahkan tentang sekolah pun kami tak lupa. Tapi ada satu yang kami
lupakan di saat-saat seperti ini. Yang seharusnya adalah tujuan utama kami
untuk bertemu. Tapi hal itu lewat begitu saja.
Sebenarnya aku ingat, tapi juga tidak
sengaja melupakan. Tapi, aku merasa masih canggung mengatakan hal seperti itu
padanya. Dan ku yakin dia juga merasakan hal yang sama denganku.
Waktu terus berjalan, ketika waktu
menunjukkan pukul 16.30 WIB sepertinya kami harus pulang. Tapi hati masih tak
ingin berpisah.
“... nanti mau pulang jam berapa?”
tanyanya sambil melihat ke arahku.
“eh? Ga tau. Emangnya sekarang jam
berapa?” aku sangat menikmati pemandangan sampai tak sadar jika hari sudah
mulai sore.
“masih jam setengah lima sih ..” ucapnya
sambil melihat handponenya.
“ohh, mungkin jam limaan lahh” dengan
mudahnya aku berkata tanpa memikirkan kondisi di rumah nanti. Habisnya aku
masih ingin melihatnya, kalau nanti pulang kan tidak bisa melihat dia lagi.
Fikirku.
“ohh yaudah” ucapnya. Kami menghabiskan
waktu tiga puluh menit itu dengan canda tawa diantara kami. Sambil mencuri
pandangan dan tersenyum.
Hingga waktunya tiba, sekitar pukul
17.00 WIB kami tak kunjung pulang. Kami masih mengulur-ngulur waktu. Entah
kenapa, Arie juga tak mengajakku pulang. Tapi, difikiranku terus terfikirkan
omelan mama ketika aku pulang nanti. Akhirnya aku mengajaknya pulang. Dan
ketika pulang inilah ada “Accident” memalukan, menurutku.
Mungkin kemarin di Marakash sedang
terjadi hujan yang tidak terlalu deras, tapi membuat tanah menjadi licin.
Ketika pulang, aku merasa takut dengan tanah ini, sambil berkata kepada Arie
“licin ya?” tak lama kemudian ban belakang motorku terpeleset dan membuat
motorku oleng dan otomatis membuat orang yang mengendarainya ikut terjatuh.
Yaitu aku.
Serentak orang yang melihatku terjatuh
langsung berlari ke arahku untuk menolongku. Lalu, dimana Arie? ternyata dia
tidak sadar kalau aku sedang terjatuh. Dia mengetahuinya ketika dia menoleh
kebelakang, sekejab dia langsung menghentikan laju motornya.
Mungkin saat itu, dia tidak sempat
menolongku karena aku sudah ditolong oleh orang lain. Saat Arie tahu kalau aku
jatuh, entah kenapa aku tertawa. Hehhe.
“kamu ga apa-apa kan?” tanyanya
khawatir.
“ahh.. enggak kok. Tadi cuma licin aja,
makanya jatoh..hehhehe” sambil ‘cenge-ngesan’.
“hahha, makanya lain kali hati-hati ya?
Aku kaget loh waktu tau kamu jatoh” dia langsung berkata sedemikian rupa.
“hahaha, iya ..” aku masih malu karena
kejadian itu. Karena aku takut ditertawakan olehnya, dan juga takut dibilang
cewek bego. Begitu aja kok jatuh?.
***